Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2025

Warisan Dendam Oppung Windy Doli

Aku menulis ini seperti seorang yang sedang membuka lembar catatan lama. Setiap huruf adalah pintu kecil menuju kenangan yang tidak selalu ingin aku datangi, namun di situlah aku menemukan wajah ayahku yang keras, juga luka yang tidak pernah benar-benar sembuh. Di keluarga kami pernah ada pertengkaran yang begitu panjang, begitu melelahkan, sehingga maut pun tidak mampu mendamaikannya. Aku menulis sebagai anak, yang hanya bisa menyaksikan dari jauh bagaimana seorang ayah dan abangnya saling berpaling. Aku tumbuh dengan perasaan ganjil setiap kali mendengar nama Mula Harapan disebut. Abangkandung ayahku itu bukan sekadar sosok Bapatua diujung marga. Dia adalah bayangan masa lalu, cerita yang selalu hadir dengan nada berat di bibir ayahku. Aku mendengar kisahnya sejak kecil, kadang dengan amarah, kadang dengan diam. Sejak kecil aku mendengar nama itu. Bagiku ia bukan hanya seorang bapatua, juga sebagai bayangan yang jarang hadir dengan ramah. Kisah-kisah yang kuterima lebih banyak tentan...

Mimpi: Terikat pada senyap, Berputar di antara kemungkinan

Saya kerap merasa kisah yang datang lewat mimpi bukanlah sekadar mimpi. Ia hadir tanpa alasan, membawa suasana yang sukar saya letakkan dalam bahasa. Bak sebuah catatan yang diselipkan begitu saja, tanpa pengantar dan tanpa penutup, namun menyisakan jejak yang sulit saya hapus. Dalam mimpi itu saya berada di sebuah desa yang asing sekaligus akrab, rumah-rumah sederhana berdiri di lereng pegunungan, udara tipis menyentuh kulit, dan wajah-wajah yang seakan mengenal saya, padahal saya tidak tahu siapa mereka. Ketika terbangun, bayangan itu tidak hilang. Ia menempel pada kesadaran, membuat saya terus bertanya apakah ada sesuatu yang sedang memanggil saya pulang. Kata “ pulang ” itu sendiri menggantung, tidak menunjuk ke tempat tertentu, tidak mengarah ke masa lalu atau masa depan, hanya berdiri sebagai tanda yang mengusik.  Saya tidak tahu dari mana kisah ini bermula, seolah ia tumbuh begitu saja di antara retakan waktu yang tak bisa saya jamah. Yang tersisa hanyalah perasaan seperti m...