Warisan Dendam Oppung Windy Doli
Aku menulis ini seperti seorang yang sedang membuka lembar catatan lama. Setiap huruf adalah pintu kecil menuju kenangan yang tidak selalu ingin aku datangi, namun di situlah aku menemukan wajah ayahku yang keras, juga luka yang tidak pernah benar-benar sembuh. Di keluarga kami pernah ada pertengkaran yang begitu panjang, begitu melelahkan, sehingga maut pun tidak mampu mendamaikannya. Aku menulis sebagai anak, yang hanya bisa menyaksikan dari jauh bagaimana seorang ayah dan abangnya saling berpaling. Aku tumbuh dengan perasaan ganjil setiap kali mendengar nama Mula Harapan disebut. Abangkandung ayahku itu bukan sekadar sosok Bapatua diujung marga. Dia adalah bayangan masa lalu, cerita yang selalu hadir dengan nada berat di bibir ayahku. Aku mendengar kisahnya sejak kecil, kadang dengan amarah, kadang dengan diam. Sejak kecil aku mendengar nama itu. Bagiku ia bukan hanya seorang bapatua, juga sebagai bayangan yang jarang hadir dengan ramah. Kisah-kisah yang kuterima lebih banyak tentan...